Suatu hari sepasang muda-mudi akan pergi untuk berjalan-jalan.
Setibanya pemuda di rumah orang tua sang gadis untuk menjemputnya.
Gadis: Masuk dulu ya, bertemu sama ayah
Pemuda : Boleh kah?
Gadis: Masuk saja, saya bersiap-siap dulu.
Masuklah sang pemuda melalui pintu utama. Pintu yang siap
terbuka mengelu-elukan kedatangan si pemuda.
Pemuda : Assalamualaikum.
Ayah Gadis : waalaikumussalam!
Mendengar lantangnya suara Ayah si gadis, si pemuda kaku
membatu. Lantas si gadis menyadarkan pemuda dari lamunan itu. Entah apa yang
dipikirkannya.
Gadis : Mari, silahkan duduk
Pemuda : eh.,iyaa
Setelah mengucapkan salam dan berjabat tangan, duduklah si
Pemuda di kursi yang hampir menghadap Ayah si gadis. Hanya koran yang menjadi
‘sitroh’ antara mereka.
Ayah Gadis : hendak jalan kemana hari ini?
Pemuda : ke Kota saja Pak, dia mau mencari barang katanya. entah barang apa
saya tidak tahu.
Ayah Gadis : oh..
Pemuda : . . .
Hampir 5 menit suasana senyap tanpa suara. Dan ibu si gadis
keluar dari ruang belakang membawa air dan kue kering. Si Pemuda pun tersenyum
manis.
Ibu Gadis : Silahkan diminum dulu nak. Kamu sudah sarapan?
Pemuda : eh, Sudah Bu. Terima kasih.
Ibu Gadis : kamu ini malu-malu segala dengan kami.
Pemuda : saya hanya segan Bu. Hehe
Ayah Gadis : kapan kamu mau mengirim rombongan (lamaran)?
Ibu Gadis : eh, ayah ini?
Pemuda : hmm. Saya belum memiliki banyak uang Pak. Hehe
Ayah Gadis : kamu bawa anak kami kesana-kemari. Apa orang kata nanti?
Pemuda: (sebenarnya Malu dengan orang lain, serta malu dengan Allah). Setiap
kami pergi kami selalu naik mobil Pak, tidak pernah berdekatan apalagi sampai
bergandeng tangan. Oh iya, bisa saya tanya sedikit Pak?
Ayah Gadis : tentu saja, silahkan!
Pemuda : bapak dan ibu ingin saya menyediakan uang berapa untuk lamaran ini?
Ibu Gadis : kalau bisa Rp.20.000.000,-
Ayah Gadis : ehh, tapi kalau bisa lebih besar dari orang sebelah yang naksir
juga sama gadis.
Pemuda : Maaf, Berapa itu Bu?
Ayah Gadis : Rp.40.000.000,- syukur-syukur bisa lebih
Pemuda : (Ya Allah, whhooa.. Rp.40.000.000,- darimana saya dapat uang sebanyak
itu, aduh) Besar sekali Pak, apakah tidak bisa lebih sedikit, kita buat acara
sederhana saja. Cukup mengudang keluarga, saudara dan tetangga dekat?
Ayah Gadis : itu nasib kamu nak, kamu yang akan menikahi anak kami. Lagipula
dialah satu-satunya anak perempuan kami.
Si Pemuda pun hampir hilang akal ketika disebutkan ‘harga’ si
gadis itu. Dan si Pemuda mencoba kembali berdiskusi dengan orang tua gadis
pujaan hatinya.
Pemuda : Boleh saya bertanya lagi, apakah anak bapak pandai
memasak?
Ayah Gadis : hmm,.boro-boro. Bangun tidur saja jam 10 lebih, bukan bangun pagi
lagi itu. Habis bangun terus langsung makan siang.
Ibu Gadis : Apa sih ayahnya ini, anaknya mau dijadikan istri, dia malah cerita
yang jelek-jelek.
Ayah Gadis : Ibunya pun sama suka terlambat bangun juga.
Ibu Gadis : ih ayah ini!
Pemuda: (bengong) Ehh.. iya cukup pak, sekarang saya sudah tau. Kalau boleh bertanya lagi, bisa kah dia membaca
Qur’an?
Ibu Gadis: bisa sedikit-sedikit kok
Pemuda : belajar dengan maknanya?
Ibu Gadis : mungkin.
Pemuda : hmm.
Ibu Gadis : kenapa?
Pemuda : Oh, tidak apa – apa bu. Pertanyaan terakhir, apakah dia rajin sholat?
Ayah Gadis : Apa maksud kamu tanya semua ini !? Dia kan dekat dengan kamu.
Harusnya kamu juga tahu.
Pemuda : Setiap sedang diluar dan saya ajak sholat, dia selalu bilang sedang
datang bulan. Sedikit – sedikit datang bulan. Saya jadi bingung, sebenarnya dia
bisa sholat tidak.
Ayah dan Ibunya begitu kaget. Dan pada wajahnya begitu kemerahan menahan amarah.
Pemuda : Boleh saya sambung lagi. Dia tak bisa masak, tak bisa sholat, tak bisa
mengaji, tak bisa menutup aurat dengan baik. Sebelum dia menjadi istri saya,
dosa-dosanya juga akan menjadi dosa bapak dan ibu. Lagipula tak pantas rasanya
dia dihargai Rp.40.000.000,-. Kecuali dia hafidz Qur’an 30 juz dalam kepala,
pandai menjaga aurat, diri, dan batasan-batasan agamanya. Barulah dengan mahar
Rp.100.000.000,-pun saya usahakan untuk membayar.
Tapi jika segala sesuatunya tidak harus dibayar mahal mengapa
harus dipaksakan untuk dibayar mahal ? Seperti halnya mahar. Sebab sebaik-baik
pernikahan adalah serendah-rendah mahar. Mata ayah si gadis direnung tajam oleh
mata ibu si gadis. Keduanya diam tanpa suara.
Sekarang ketiganya menundukkan kepala. Memang sebagian adat
menjadikan anak perempuan untuk dijadikan objek pemuas hati menunjukkan
kekayaan dan bermegah-megah dengan apa yang ada, terutama pada pernikahan. Adat
budaya mengalahkan masalah agama. Para orang tua membiarkan bahkan menginginkan
anak perempuan dihias dan dibuat pertunjukkan di muka umum.
Sedangkan pada saat akad telah dilafadz oleh suami, segala dosa
anak perempuan sudah mulai ditanggung oleh si suami.
Ayah Gadis : tapi kan, ayah hanya ingin anak ayah merasakan
sedikit kemewahan. Hal seperti tu kan hanya terjadi sekali seumur hidup.
Pemuda : Bapak ingin anak bapak merasakan kemewahan?
Ibu Gadis : tentulah kami berdua pun turut gembira.
Pemuda : sungguh demikian ? boleh saya sambung lagi? bapak, ibu.. saya bukanlah
siapa – siapa. Sekarang dosa anak Bapak, Bapak juga yang tanggung. Esok lusa
setelah akad nikah terus dosa dia saya yang tanggung.
Belum lagi pasti bapak dan ibu ingin kami bersanding lama di
pelaminan yang megah, anak Ibu dirias dengan riasan secantik-cantiknya dengan
make up dan baju paling mahal, di hadapan ratusan undangan agar kami terlihat
mewah pula. Salain setiap mata yang memandang kami akan mendapat dosa. Apakah
begitu penting hal tersebut jika dalam kehidupan sehari-hari kita malah
berusaha untuk hidup sesederhana mungkin tanpa berlebih-lebihan.
Ibu si gadis segera mengambil langkah mudah dengan menarik diri
dari pembicaraan itu. Si ibu tahu, si pemuda berbicara menggunakan fakta islam.
Dan tidak mungkin ibu si gadis dapat melawan kata si pemuda itu.
Ayah Gadis : Kamu mau berbicara mengajari masalah agama di depan
kami?
Pemuda : ehh. maaf pak. Bukan saya hendak berbicara / mengajari masalah agama.
Tapi itulah hakikat. Terkadang kita terlalu memandang pada adat sampai lupa
agama.
Ayah Gadis : sudah lah. Kamu sediakan Rp.40.000.000,- kemudian kita bicarakan
lebih lanjut. Kalau tidak ada, kamu tak bisa kimpoi dengan anak ku!
Pemuda : Semakin lama lah hal itu. Mungkin di umur saya 30 atau lebih, saya
baru bisa mengumpulkan uang tersebut dan bisa masuk meminang anak bapak.
Baiklah, kalau memang bapak berharap tetap demikian, maka ’izinkan saya
berzina dengan anak bapak’?
Ayah Gadis : hei! Kamu sudah berlebihan!, kamu jaga baik-baik omongan kamu itu.
Pemuda : dengar dulu penjelasan saya pak. Apa bapak tahu alasan orang berzina
dan banyak orang memiliki anak di luar nikah? Sebab salah satunya hal seperti
ini lah pak. Selalu saja orang tua perempuan menempatkan puluhan juta rupiah
untuk mahar, harus menunggu si pria mempunyai pekerjaan dengan gaji begitu
tinggi, sampai pihak pria terpaksa menunda keinginan untuk menikah. Tetapi
cinta dan nafsu kalau tidak diwadahi dengan baik, setan yang jadi pihak ketiga
untuk menyesatkan manusia.
Terlebih di zaman seperti ini yang cobaan dan kondisinya tidak
seperti zaman bapak dan ibu dulu. Akhirnya mereka mengambil jalan pintas
memuaskan nafsu serakah dengan berzina. Pertama memang hal yang ringan-ringan
dulu pak, pegang-pegangan tangan, saling memeluk, dan sebagainya. Tapi semakin
lama akan menjadi hal berat. Yang berat-berat itu bapak sendiri pun bisa membayangkan.
Ayah Gadis : lantas apa kaitan kamu dengan hendak berzina pula
!?
Pemuda : Begini logikanya. Sepertinya yang terjadi dengan anak-anak lainnya.
Bapak tidak memberi izin kami menikah sekarang, biar ada berpuluh juta uang
dulu baru bisa menikah. Kami hendak melepaskan nafsu bagaimana pak? setiap harinya kami
mengenal lebih dekat dan semakin dewasa. Dia meminta saya menengoknya, semakin
cinta saling melepas rasa rindu. Susah pak, itu Nafsu yang diberikan kepada
manusia. Sebab itu saya dengan rendah hati meminta izin pada bapak untuk
berzina dengan anak bapak. Terlepas apakah yang penting bapak tahu saya dan dia
hendak berzina. Sebab rata-rata orang yang berzina itu orang tua tidak tau pak,
tidak. Kelihatannya pemuda -pemudi zaman sekarang biasa-biasa saja padahal
sebenarnya sudah pernah bahkan sering berzina. Ironisnya banyak orang
menganggap hal itu tidak tabu lagi. Berzina bukan saja hal yang ehem-ehem saja.
Ada zina-zina ringan, zina mata, zina lidah, zina telinga dll. Tapi sebab hal
ringan itu lah yang akan menjadi berat.
Ayah Gadis : hmm. Kamu ini begitu pelik dan memperumit saja.
Beruntung kamu bukan orang lain. Kalau orang lain, sudah dari tadi saya angkat
parang. Begini nak, Tapi kalau tidak ada uang, bagaimana kamu akan memberi dia
makan??
Pemuda : hehe. Bapak. lupakah Bapak dengan apa yang telah Allah pesankan pada
kita.
“Dan menikahlah orang-orang bujang (pria dan perempuan) dari kalangan kamu, dan
orang-orang yang sholeh dari hamba-hamba kamu, pria dan perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memampukan mereka. sesungguhnya karunia Allah Maha luas
(rahmat dan karunianya), lagi Maha Mengetahui.” (An Nur 32).
Apakah kita tak yakin dengan apa yang Allah janjikan. Bapak dan
Ibu juga pernah lah menjadi muda. Masalah datangnya harta, selagi kita terus
berusaha itu adalah Rahmat-Nya yang sudah ditakdirkan pada tiap-tiap hamba-Nya.
Lagipula pak, kalau makan dan minum itu Insya Allah, saya sanggup untuk
memberikannya. Tempat tinggal bisa kita bicarakan lagi. Kalau hal ini bisa
menghalangi kami dari melakukan dosa dan sia-sia. Apakah tidak lebih baik
disegerakan. Bapak pun tak mau hal-hal tak tidak diinginkan terjadi.
Bapak si Gadis Diam tanpa kata, merenung kata – kata si pemuda,
berusaha memikirkan cara untuk mematahkan kata-kata si Pemuda. Dan ayah si
gadis mendapat akal.
Ayah Gadis : kamu tahu lah zaman sekarang ni. Kalau mengikuti
cara kamu itu. Mungkin kamu tidak suka dengan acara persandingan yang mewah,
Bapak bisa terima. Tapi kamu apa bisa menerima apa yang akan orang-orang
katakan. Orang akan mengatakan anak aku ‘kecelakaan’ dan terpaksa menikah
dengan kamu. Mau ditaruh dimana muka ini.
Pemuda : bagus juga pikiran bapak itu. Kalau ‘kecelakaan’ mana mau saya
menikahi anak bapak. Karena akan selamanya menjadi haram, orang yang zina tidak
akan pernah menjadi halal sekalipun dengan pernikahan. Kalau bapak memaksa ya
sudah. Bisa ikut nikah masal kan bagus juga bisa berhemat tapi tetap ramai.
Ayah Gadis : serius lah nak!
Pemuda : begini pak, sekali lagi rasanya tidak perlu membayar puluhan juta dan
mahar yang berlebihan sehingga memaksa diluar kemampuan. Tapi saya tak
mengatakan tidak ada walimatul urus. Sedang walimatul urus itu tetap perlu dan
disesuaikan dengan kemampuan. itu cara islam. Saya bukan hendak macam-macam
dengan bapak. Syariat memang seperti itu. Maha baiknya Allah sebab masih
menjaga kita selama ini, tapi hal sepele seperti ini pun kita masih memandang ringan
dan kita tak percaya dengan apa yang telah Allah janjikan.
Saya benar-benar minta maaf kalau ada kata-kata saya yang membuat bapak tidak
senag terhadap saya. Tidak juga bermaksud tidak takdzim dengan bapak dan ibu.
Segalanya kita serahkan pada Allah, kita hanya bisa merencanakan saja.
Azan dzuhur berkumandang, jaraknya tidak sampai 10 rumah dengan
rumah si gadis. Si pemuda memohon untuk ke surau dan mengajak bapak si untuk
pergi bersama. Namun ajakan ditolak dengan lembut. Lantas sang pemuda memberi salam
dan memohon untuk keluar.
Di pinggir jendela tua si gadis melihat si pemuda mengeluarkan
kopiah dari sakunya dan segera di pakainya. Lalu masuk mobil dan hilang dari
penglihatan si gadis tadi.
Sedang si gadis yang sedari tadi berdiri di balik tirai bersama
ibunya meneteskan air mata mendengar curahan kata-kata si pemuda terhadap
ayahnya. Kerudung lebar pemberian si pemuda sebagai hadiah padanya yang lalu
digenggam erat. Ibu si gadis juga meneteskan air mata melihat pada perilaku
anaknya. Segera ibu dan si gadis ke ruang tamu menghadap ayahnya.
Ibu Gadis : Apa yang anak itu katakan benar. Kita ini tak pernah
memperhatikan syariat-syariat ringan agama selama ini. Terlalu melihat dunia,
adat dan apa kata orang. Padahal mereka tak pernah juga peduli pada kita.
Ayah Gadis : hmm.. entahlah, ayah tak tahu. Begitu keras yang anak itu katakan
tadi. Dia berpesan tadi, kamu suruh bersiap, lalu setelah dzuhur dia jemput
kamu.
Gadis : sudah tidak ada semangat untuk pergi ayah. Kemudian si gadis menggapai
telepon genggamnya dan mengetik pesan.
Si Pemuda yang selesai mengambil wudhu tersenyum saat membaca pesan yang baru
saja diterima dari si gadis,
“Andai Allah telah memilih dirimu untukku, aku ridho dan akan terus bersama mu,
apapun yang ada pada dirimu dan yang kamu miliki, aku juga akan terus pada
agama yang ada padamu. Siang ini ga ada mood untuk keluar, maaf. Minggu depan
ayah menyuruh kirim rombongan (lamaran) untuk ke rumah.“
***
Terkadang kisah seperti diatas masih saja sering terjadi. Wahai kalian pemuda
dan pemudi yang dirahmati Allah, jika kalian merasa telah mampu dan yakin untuk
menikah. maka segerakanlah. Sungguh- sungguh merugi orang yang menunda-nunda
terhadap rahmatnya Allah. Silahkan SHARE dan berikan KOMENTAR ya.